Rabu, 16 Januari 2013

CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA)






PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika ditinjau dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang, maka makin terlihat jelas bahwa hidup seseorang di dalam lingkungan yang berbudaya, itu merupakan perjuangan dari seseorang individu dengan hak azazi manusiawi dalam menyatakan dirinya, dan makhluk yang berkehendak menurut dirinya sendiri. Semakin aktif dia memberikan kontribusi kepada lingkungan sosialnya, makin ia menjalin ikatan dan menerima norma dari lingkungan sosialnya, maka makin ia meningkatkan aspirasi-aspirasinya dalam mempersoalkan kepentingan untuk mencapai cita-citanya dalam mewujudkan diri (selfactualization), yang mengacu pada kemandirian.
Mendidik pada hakikatnya merupakan bantuan untuk mencapai perkembangan dalam mewujudkan dirinya tanpa mengabaikan lingkungannya. Seorang manusia yang seutuhnya harus mencakup kemandirian seseorang dan kemampuan untuk ikut bertanggung jawab terhadap penbangunan bangsanya.
Dari hal tersebut dapat kita tahu bahwa objek pendidikan sekaligus menjadi subjek dan perilaku dari kegiatan pendidikan tersebut. Yang nantinya subjek pendidikan tersebut mampu berpikir mandiri yang menuntut interaksi dalam kehidupan lingkungan maupun di dalam kelas yang tidak semata-mata merupakan pemberian informasi searah dan menyimak tanpa ada kegiatan untuk mengembangkan secara kreatif ide maupun sikap dan keterampilan secara mandiri. Di sinilah terlihat pentingnya sebuah pendekatan belajar yang mampu membuat siswa untuk aktif dalam sebuah pembelajaran agar pembelajaran tersebut menjadi pembelajaran yang bermakna.

B.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini. Masalah tersebut meliputi:
  1. Apakah pengertian pendekatan CBSA?
  2. Apa karakteristik, inti dan kerangka CBSA?
  3. Apa keunggulan penggunaan CBSA dalam pembelajaran?
  4. Apa rambu-rambu penyelenggaraan CBSA?
  5. Bagaimana penerapan dan langkah-langkah pelaksanaan CBSA dalam pembelajaran?
  6. Bagaimana strategi agar peserta didik terlibat secara langsung dalam pembelajaran?
  7. Bagaimana contoh cara pembelajaran aktif?
  8. Apa konsekuensi penggunaan pembelajaran aktif (pembelaran berpusat pada siswa)?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut kami berharap pembaca dapat mencapai tujuan sebagai berikut:
  1. Untuk mendeskripsikan pengertian CBSA.
  2. Untuk menjabarkan karakteristik, inti dan kerangka CBSA.
  3. Untuk menjabarkan  keunggulan penggunaan CBSA dalam pembelajaran.
  4. Untuk menjelaskan rambu-rambu penyelenggaraan CBSA.
  5. Untuk menjabarkan penerapan dan langkah-langkah pelaksanaan CBSA dalam pembelajaran.
  6. Untuk menjabarkan strategi agar peserta didik terlibat secara langsung dalam pembelajaran.
  7. Untuk menjelaskan contoh cara pembelajaran aktif.
  8. Untuk menjelaskan konsekuensi penggunaan pembelajaran aktif (pembelaran berpusat pada siswa).



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian CBSA.
Siswa belajar secara aktif ketika mereka terlibat secara terus-menerus, baik mental maupun fisik. Kegiatan fisik yang dapat diamati diantaranya dalam bentuk kegiatan membaca, mendengarkan, menulis, meragakan, dan mengukur. Sedangkan contoh kegiatan psiskis seperti mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan hasil eksperimen, membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain, serta kegiatan mental lainnya. Dan yang terpenting adalah adanya keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran aktif itu perlu semangat hidup, giat, berkesinambungan, kuat dan efektif. Selain itu, pembelajaran aktif melibatkan pembelajaran yang terjadi ketika siswa bersemangat, siap secara mental, dan bisa memahami pengalaman yang dialami.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan CBSA adalah anutan pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian pelibatan intelektual-emosional siswa dalam pembelajaran, dengan melibatkan fisik siswa apabila diperlukan. Pelibatan intelektual-emosional/ fisik siswa serta optimalisasi dalam pembelajaran, diarahkan untuk membelajarkan siswa bagaimana belajar memperoleh dan memproses perolehan belajarnya tentang pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai.

B.     Karakteristik, Inti dan Kerangka CBSA.
Pembelajaran yang mengajak siswa untuk aktif, akan tampak ketika sebuah pembelajaran benar-benar menunjukan orientasinya pada peserta didiknya. Dan akan berlaku sebaliknya apabila arah pembelajaran tersebut berorientasi kepada guru.
Raka Joni (1992: 19-20) ( dalam buku Belajar & Pembelajaran karya Dimyati & Mudjiono) mengungkapakan bahwa pembelajaran yang ber-CBSA dengan baik mempunyai karakteristik sebagai berikut:
  1. Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa.
Menunjukan bahwa siswa berperan aktif dalam mengembangkan cara-cara balajar mandiri, siswa berperan serta pada perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses belajar, pengalaman siswa lebih diutamakan dalam memutuskan titik tolak kegiatan.
  1.  Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar.
Guru bukan satu-satunya sumber informasi, guru merupakan salah satu sumber belajar, yang memberikan peluang bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan/ keterampilan melalui usaha sendiri, dapat mengembangkan motivasi dari dalam dirinya, dan dapat mengembangkan untuk membuat suatu karya.

  1. Tujuan pembelajaran tidak hanya untuk sekedar mengejar standart akademis.
Selain pencapaian standar akademis, kegiatan ditekankan untuk mengembangkan kemampuan siswa secara utuh dan setimbang.

  1. Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih  menekankan pada kreativitas siswa dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep dengan mantap.

  1. Penilaian.
Penilaian dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan kemajuan siswa, serta megukur berbagai keterampilan yang dikembangkan, misalnya keterampilan berbahasa, keterampilan sosial, keterampilan matematika, dan keterampilan proses dalam IPA dan keterampilan lainnya, serta mengukur hasil belajar siswa.
Sementara itu, Mc Kearchie mengemukakan 7 dimensi proses pembelajaran yang menunjukan kadar CBSA. Adapun dimensinya meliputi:
  1. Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran.
  2. Tekanan pada aspek afektif dalam belajar.
  3. Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi antar siswa.
  4. Kekohesifan (kekompakan) kelas sebagai kelompok.
  5. Kebebasan/ kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan-keputusan penting dalam kehidupan sekolah.
  6. Jumlah waktu yang digunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan sekolah/ pembelajaran.
Sedangkan Yamamoto meninjau bahwa apakah suatu proses menunjukan CBSA, dapat dilihat dari segi kesadaran siswa dan guru yang terlibat di dalamnya. Ia menambahkan bahwa proses pembelajaran akan optimal terjadi apabila siswa yang belajar ataupun guru yang membelajarkan memiliki kesadaran dan kesengajaan terlibat dalam proses pembelajaran sehingga akan memunculkan berbagai interaksi pembelajaran.
Pendidik hendaknya juga menyadari bahwa peserta didik memiliki berbagai cara belajar. Beberapa peserta didik paling baik belajar dengan cara melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka secara hati-hati mengurutkan presentasi informasi. Mereka lebih senang mencatat apa yang pengajar katakan. Selama pelajaran, mereka cenderung tenang dan jarang terganggu oleh suara. Peserta didik yang visual kebalikan dari peserta didik yang bersifat auditory, yang sering kali tidak terganggu melihat apa yang pengajar lakukan, atau tidak tertarik membuat catatan. Mereka benar-benar ada pada kemampuannya untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran mereka biasanya aktif bercakap-cakap dan dengan mudah terganggu oleh suara. Sedangkan peserta didik yang bersifat kinestetik adalah menguatkan belajar dengan terlibat secara langsung dalam aktivitas. Mereka cenderung pada gerak hati, dengan sedikit sabar. Selama pelajaran berlangsung, mereka mungkin gelisah kecuali mereka dapat bergerak dan melakukannya. Pendekatan mereka untuk belajar dapat terjadi secara acak dan random.
Tentu saja, beberapa orang termasuk pada satu jenis pelajar tersebut. Maka pengajar harus memperhatikan perubahan-perubahan yang ada pada gaya belajar peserta didik. Bruner menekankan bahwa reciprocity diperlukan bagi kelompok untuk mencapai tujuan, kemudian terdapat proses yang menyebabkan individu terlibat dalam belajar, mengantarkannya pada kemampuan yang diperlukan dalam menyusun kelompok (Bruner, 1986) (dalam buku Active Learning karya Silberman Mel). Peserta didik akan lebih tertarik belajar karena mereka melakukannya dengan teman-teman sekelas mereka. Sekali terlibat, mereka juga perlu untuk bercakap-cakap mengenai apa yang mereka alami dengan yang lain, yang mengarahkan pada hubungan selanjutnya.
Aktivitas kolaboratif membantu mengarahkan belajar aktif. Meskipun belajar independen dan kelas penuh instruksi juga mendorong belajar aktif, kemampuan untuk mengajar melalui aktivitas kerja kolaboratif  dalam kelompok kecil akan memungkinkan guru untuk mempromosikan belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang peserta didik diskusikan dengan yang lain dan apa yang peserta didik ajarkan pada yang lain menyebabkan dia memperoleh pemahaman dan menguasai cara belajar. Salah satu cara untuk memfasilitasi belajar aktif dalam kelompok kecil adalah memberikan tugas-tugas pada anggota kelompok seperti pemimpin, fasilitator, pengatur waktu, perekam, pembicara, pengamat proses atau manajer materi.
Lingkungan fisik dalam ruang kelas juga dapat menjadikan belajar aktif. Dekorasi interior dari belajar aktif adalah menyenangkan dan menantang. Dalam beberapa hal, mebelair dapat diatur untuk membentuk susunan yang berbeda-beda. Lingkungan belajar aktif adalah tempat dimana kebutuhan, harapan dan perhatian peserta didik mempengaruhi rencana pembelajaran pengajar.
Diskusi kelas berperan sangat penting dalam belajar aktif. Dengan mendengarkan keluasan pandangan menantang peran peserta. Pengajar selama diskusi kelompok berperan memfasilitasi jalannya komentar dari kelompok. Sekalipun itu tidak perlu untuk menyela setelah setiap siswa berbicara, secara periodik membantu kelompok agar kontribusi mereka dapat bermanfaat.
Aktivitas pengalaman betul-betul membantu membuat belajar aktif. Aktivitas semacam itu secara khusus melibatkan bermain peran, games, simulasi, dan tugas problem solving. Seringkali jauh lebih baik bagi peserta didik untuk mengalami sesuatu dari pada sekedar mendengarkan dan membicarakannya.
Dengan menggunakan teknik-teknik belajar aktif cenderung mengurangi problem manajemen kelas yang sering kali mengganggu pengajar yang betul- betul merasa berat pada ceramah dan diskusi kelompok besar.  Pada intinya metode atau teknik apapun yang nantinya digunakan oleh guru, belajar aktif memerlukan waktu. Oleh karena itu, penting bahwa tidak ada waktu yang terbuang .

C.    Keunggulan Penggunaan CBSA dalam Pembelajaran.
Dengan semakin berkembangnya zaman, maka menghendaki sebuah pendidikan seumur hidup. Yang kemudian memunculkan pertanyaan tentang bagaimana cara agar siswa mampu memperoleh dan meresapkan pengetahuan , keterampilan dan sikap menjadi kebutuhannya. Bertolak dari pemikiran tersebut maka perlulah sebuah pembelajaran aktif yang harus segera terpenuhi.
Dengan penerapan CBSA, siswa akan mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya. Selain itu, siswa akan lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara teratur, kritis, dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari, serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari, dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya.
Di sisi lain, dengan penerapan CBSA, guru dapat bekerja professional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien). Artinya, guru dapat merekayasa sistem pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis. Sehingga, lambat laun penerapan CBSA pada gilirannya akan mencetak guru-guru yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan alam dan sosial budaya.

D.    Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA.
Yang dimaksud rambu-rambu CBSA adalah gejala-gejala yang tampak pada perilaku siswa dan guru baik dalam program maupun dalam proses pembelajaran. Rambu-rambu yang dimaksud, yaitu:
  1. Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan, meliputi antara lain:
    1. Kuantitas dan kualitas aktivitas yang melibatkan siswa untuk belajar langsung dari pengalaman belajar yang diciptakan.
    2. Kuantitas dan kualitas bahan pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk memperoleh dan menemukan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan.
    3. Prakarsa dan keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya, meliputi antara lain:
      1. Kuantitas dan kualitas usul dan saran dari siswa terhadap bentuk kegiatan belajar yang diminati.
      2. Kuantitas dan kualitas usul dan saran dari siswa terhadap prosedur kegiatan belajar.
      3. Kuantitas dan kualitas usul dan saran siswa terhadap topik-topik pembahasan.
      4. Prakarsa siswa dalam menentukan kelompok kerja.
      5. Prakarsa siswa dalam mengusulkan sumber-sumber belajar yang akan dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
      6. Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran, meliputi antara lain:
        1. Kesediaan siswa dalam mencari dan menyediaka sumber belajar yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
        2. Kesediaan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang ada dalam proses pembelajaran.
        3. Kuantitas dan kualitas untuk berbuat dan menghasilkan lebih dari pada yang diharapkan.
        4. Usaha dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran, meliputi antara lain:
          1. Kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan siswa dalam mencari dan menemukan sumber-sumber belajara yang ditentukan.
          2. Kauntitas dan kualitas yang diajukan siswa dalam memecahkan permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran.
          3. Keberanian siswa untuk memilih cara kerja yang berbeda dari cara kerja yang telah ditentukan guru.
          4. Keingintahuan yang ada pada diri siswa, meliputi antara lain:
            1. Kuantitas dan kualitas pertanyaan yang diajukan kepada guru.
            2. Kuantitas dan kualitas pertanyaan yang menyimpang dari topik bahasan.
            3. Kuantitas dan kualitas pertanyaan yang mengarah kepada penjelasan masalah-masalah yang ada pada topik.
            4. Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa meliputi antara lain:
              1. Sebaran siswa yang mengemukakan usul dan saran.
              2. Kuantitas dan kualitas respon guru terhadap usul dan saran siswa.
              3. Penerimaan guru terhadap usul dan saran yang menyimpang.
            5. Kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan guru dalam membina dan mendorong kreativitas siswa, meliputi antara lain:
              1. Kuantitas dan kualitas yang diberikan oleh guru atas pertanyaan dan jawaban siswa.
              2. Kuantitas kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan secara tuntas.
            6. Kualitas guru sebagai motivator dan fasilitator, meliputi antara lain:
              1. Kuantitas dan kualitas sumber belajar baru yang disediakan oleh guru.
              2. Kemauan guru menyediakan sumber-sumber belajar yang dibutuhkan siswa dalam belajar.
              3. Kemauan dan kesediaan guru dalam membantu siswa yang membutuhkan.
              4. Kuantitas dan kualitas guru dalam menggunakan cara pembelajaran yang baru.
            7. Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaran, meliputi antara lain:
              1. Kuantitas dalam menentukan bentuk dan jenis kegiatan belajar yang dilakuan oleh guru.
              2. Kuantitas jawaban yang diberikan oleh guru dalam menjawab pertanyaan siswa.

  1. Kuantitas dan kualitas metode dan media yang dimanfaatkan guru dalam proses pembelajaran, meliputi antara lain:
    1. Fleksibilitas penerapan strategi dan metode pengajaran.
    2. Kuantitas jenis media yang digunakan.
    3. Jenis-jenis kegiatan/ keterampilan yang dilibaatkan dalam penggunaan media.
    4. Keterkaitan guru terhadap program pembelajaran, meliputi antara lain:
      1. Keterampilan guru terhadap tujuan yang dirumuskan dalam program pembelajaran.
      2. Keterikatan guru terhadap prosedur pembelajaran yang ditetapkan dalam program pembelajaran.
      3. Keterikatan guru terhadap sumber belajar yang telah ditetapkan dalam program pembelajaran.
      4. Variasi interaksi guru-siswa dalam proses pembelajaran, meliputi antara lain:
        1. Kuantitas interaksi searah guru-siswa.
        2. Kuantitas interaksi dua arah guru-siswa.
        3. Kuantitas interaksi dua arah guru-siswa dan siswa-siswa.
        4. Kuantitas interaksi multi arah guru-siswa.
        5. Kegiatan dan kegembiraan siswa dalam belajar, meliputi antara lain:
          1. Kuantitas siswa yang mencatat inforamasi/ pesan yang disajikan guru.
          2. Kuantitas siswa yang mengganggu belajar siswa lain.
Rambu-rambu tersebut, nantinya dapat digunakan untuk mengetahui kadar ke-CBSA-an suatu proses pembelajan apabila dirumuskan kembali ke dalam bentuk panduan observasi/ instrument yang lain.

E.     Penerapan dan Langkah-Langkah Pelaksanaan CBSA.
Dalam sebuah pembelajaran, agar seorang guru mampu menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang memiliki kadar CBSA yang tinggi, maka dalam memilih pembelajaran dan menentukan teknik pembelajaran atau sistem penyampaian, hendaknya benar-benar mempertimbangkan kemanfaatan dari teknik pembelajaran yang dipilihnya. Teknik pembelajaran yang dapat diartikan sebagai prosedur rutin atau suatu cara yang telah ditentukan sebelumnya untuk menyampaikan pesan dengan bahan, alat, latar, dan orang (AECT, 1986: 196) (dalam buku Belajar & Pembelajaran karya Dimyati & Mudjiono), pada akhirnya membentuk sistem instruksional. Oleh karena pentingnya teknik pembelajaran ini, maka pemanfaatan teknik belajar hendaknya bersesuiaian dengan karakteristik , baik karakteristik guru, karakteristik tujuan, karakteristik mata pelajaran/ bidang studi, dan karakteristik bahan dan alat pembelajaran.
Pemilihan teknik pembelajaran yang sesuai dengan faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran, akan membantu guru mengetahui kemanfaatannya dalam meningkatkan kadar CBSA. Pengetahuan guru tentang kemanfaatan ketepatan pemilihan teknik pembelajaran akan mengarahkan guru kepada kesadaran perlunya menyempurnakan dirinya sendiri, sehingga mampu menjadi katalisator yang semakin meningkat kemampuannya.
Dengan meningkatnya kemampuan guru sebagai katalisator dalam kegiatan pembelajaran, meningkat pulalah kadar CBSA dalam pembelajaran yang diselenggarakannya. Kadar CBSA dalam suatu proses pembelajaran terlihat sejak guru membuat persiapan pembelajaran, yakni pada jabaran kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru maupun siswa.
Dalam pelaksanaannya, CBSA merujuk pada langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Pemanasan.
Pemanasan dimulai dengan saling menyumbang pikiran/ brainstorming tentang gambaran mental yang dimiliki subjek didik tentang topik yang dipelajari. Bila topik ini baru, maka harus ada pengalaman langsung yang dapat menjembataninya.
Penghayatan pengalaman ini untuk subjek didik pada tingkat rendah SD dapat dilaksanakan secara nyata. Disamping pengalaman ini diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan subjek secara mental, emosional dan fisik sekaligus  merupakan usaha melihat lingkup (konteks) permasalahan.

  1. Pengamatan (observasi).
Penggunaan indera diperlukan untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin. Untuk itu, perlu diketahui bahwa belahan otak sebelah kanan memiliki fungsi imajinasi yang perlu dikembangkan dan belahan otak sebelah kiri terutama memiliki kemungkinan untuk persepsi kognitif dalam perolehan pengetahuan dan memorasinya. Apa yang terjadi di proses belajar mengajar konvensional pada umumnya adalah pemberatan pada berfungsinya otak sebelah kiri.
Usaha perlu dilakukan untuk mengurangi hal tersebut dengan mengurangi penginderaan kata-kata verbal dan lebih meragakan melalui gambar, action ataupun realitas sebenarnya. Yang harus dicapai adalah pengamatan yang relevan. Dengan begitu, keseimbangan dua belahan otak harus selalu dijaga kondisinya dalam menyerap berbagai pengalaman belajar.

  1. Interpretasi dan Pengamatan.
Mencatat ciri khas dari sebuah objek, perkembangan atau kejadian untuk menghubungi pengamatan yang satu dengan pengamatan yang lain, itu merupakan pola-pola yang harus dideteksi dalam sebuah rangkaian observasi. Penemuan pola itu adalah basis untuk menemukan maksud hubungan dan menyarankan kesimpulan (mungkin kejadian tertentu hasil dari kejadian lain).

  1. Peramalan.
Pola dan hubungan yang sudah diamati digunakan untuk meramalkan kejadian yang belum diamati. Suatu ramalan adalah suatu terkaan bila tidak didasarkan pada hubungan yang diketahui ada melalui observasi hari ini atau pada masa yang lalu. Subjek didik haru dibantu membedakan ramalan dan terkaan. Harus ada alasan untuk suatu ramalan yang didasarkan pada observasi. Jadi, proses peramalan bertumpu dari penalaran terhadap observasi.
  1. Aplikasi konsep.
Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru atau menggunakan pengalaman baru sebagaimana timbul dalam usaha penterjemahan apa adanya.
Setiap penjelasan harus dianggap tentatif yang harus dikonfirmasikan kembali. Kalau pembuktiannya tidak jelas, maka harus dianggap suatu hipotesis. Sering ada beberapa alternatif hipotesis untuk disarankan, yang semuanya dapat diterapkan pembuktiannya. Ini yang harus disadari oleh subjek didik dalam mencocokan kembali kebenaran hipotesis itu.

  1. Perencanaan penelitian.
Perencanaan penelitian bertolak dari pertanyaan apa yang harus dijawab secara jelas, hipotesis apa yang mau dicoba atau apa yang dicobakan. Kejelasan ini mampu melihatkan empirik atau penyajian nilai adalah bagian dari perencanaan penilaian. Proses ini juga mencakup mengidentifikasi variabel mana yang perlu diubah atau bisa tetap dipertahankan. Juga mencakup perencanaan observasi dan uraian apa yang akan dipakai. Cara pemakaiannya adalah untuk menentukan hasil penilaian.

  1. Komunikasi.
Proses ini dikaitkan erat dengan cara subjek didik belajar mengkomunikasikan kata atau objek dipikirkan perlakuaannya, membutuhkan gambaran ide maupun situasi nyata. Kata-kata itu baru menyertai pelajaran bila ide sudah dihargai. Komunikasi ini tidak hanya verbal tetapi juga melalui grafik, chart dan tabel dalam mengatur informasi atau penyampaian hasil observasi sehingga polanya kelihatan dan kesimpulan bisa ditarik.



F.     Strategi agar Peserta Didik Terlibat Langsung dalam Pembelajaran.
Cara untuk membuat peserta didik aktif sejak awal pembelajaran adalah dengan menggunakan strategi-strategi yang tepat. Strategi tersebut hendaknya membuat para peserta terlibat dalam materi dengan segera guna membangun minat, membangkitkan keingintahuan dan menstimulasi pikiran. Pada saat awal pengajaran aktif, ada tiga tujuan penting yang harus dicapai. Arti penting tujuan tersebut hendaknya tidak diabaikan, walaupun pelajaran hanya berakhir satu sesi. Tujuan- tujuan tersebut antara lain:
  1. Membangun Tim (Team Building) : bantulah peserta didik menjadi kenal satu sama lain dan ciptakan semangat kerja sama.
  2. Penegasan: pelajarilah sikap, pengetahuan, pengalaman para peserta didik.
  3. Keterlibatab belajar seketika: bangkitkan minat awal pada mata pelajaran.
Semua tujuan ini, ketika tercapai akan membantu mengembangkan lingkungan belajar yang melibatkan peserta didik, mengembangkan kemauan mereka untuk berperan serta dalam pengajaran aktif, dan menciptakan norma-norma ruang kelas yang positif.
Dapat diketahui bahwa peserta didik tidak akan berhasil dalam pembelajaran apabila otak atau “komputer” mereka tidak bekerja. Banyak kesalahan yang dibuat oleh pendidik yaitu dengan mengajar “terlalu dini,” sebelum para peserta didik siap secara mental. Strategi berikut akan memperbaiki kecenderungan tersebut, yaitu dengan:
  1. Berbagi Pengetahuan Secara Aktif.
Strategi ini adalah cara yang bagus untuk melibatkan peserta dengan segera ke dalam materi pelatihan. Cara ini juga dapat digunakan untuk menilai tingkatan pengetahuan peserta didik dan untuk membantu pembentukan kelompok. Cara ini dapat digunakan untuk materi apapun dan kelompok apapun.

  1. Rotasi Pertukaran trio.
Cara ini merupakan cara mendalam bagi peserta didik untuk mendiskusikan masalah dengan peserta didik lainnya. Pertukaran ini dapat dengan mudah disesuaikan dengan materi pembelajaran.

  1. Menuju posisi.
Cara ini merupakan cara yang terkenal untuk menggabungkan gerakan fisik pada awal pelatihan. Teknik ini cukup fleksibel digunakan dalam berbagai aktivitas yang dideasain untuk menstimulasi ketertarikan awal terhadap topik pembelajaran.

  1. Membuat Iklim Belajar Menjadi Menyenangkan.
Cara ini adalah dengan menciptakan iklim yang menyenangkan, dan informal dengan mengajak para peserta untuk memahami materi dengan menggunakan humor. Strategi ini dapat mencapai iklim tersebut dan pada saat bersamaan membuat para peserta didik berpikir.

  1. Pertukaran Sudut Pandang.
Kegiatan ini dapat digunakan untuk menstimulasi keterlibatan peserta dengan segera terhadap materi pembelajaran. Kegiatan ini juga mendorong para peserta didik untuk menjadi pendengar yang baik dan mempertimbangkan sudut pandang yang beragam.

  1. Bertanya Benar atau Salah.
Kegiatan kolaboratif ini menstimulasi keterlibatan terhadap materi pembelajara dengan segera. Kegiatan ini juga mendukung team building, berbagi pengetahuan dan pembelajaran langsung.

  1. Hangman.
Hangman merupakan cara interaktif dan menyenangkan untuk memperkenalkan sesi pelatihan yang mencakup banyak informasi. Cara ini akan menghemat waktu yang diperlukan untuk mengisi rincian setelah permainan, serta dapat membangkitkan minat dan diskusi peserta didik. Tingkat persaingan dalam teknik ini akan meningkatkan minat peserta didik dalam mempelajari jawaban.

  1. Ambil Bagian dalam Pelatihan.
Kegiatan ini menyediakan cara bagi peserta didik untuk memikirkan tentang bagaimana menerima tanggung jawab atas pembelajaran yang aktif.

G.    Contoh Cara Pembelajaran Aktif.
  1. Mengacu pada Tujuan.
Kalau guru bisa menjelaskan tujuan pembelajaran dengan jelas, maka siswa akan mengerti dan bisa menghubungkan tujuan tersebut dengan hasil yang akan mereka peroleh dari pembelajaran itu. Hal ini adalah langkah pertama yang sangat penting saat memulai pelajaran. Siswa perlu merasa bahwa mereka adalah bagian dari proses pembelajaran. Untuk memfasilitasi hal ini, setiap rencana pembelajaran menyertakan satu sesi yang disebut Tujuan Pembelajaran Terukur, yang merangkum tujuan-tujuan pembelajaran, yang kemudian dijelaskan pada siswa, dan satu sesi di akhir pelajaran yang disebut refleksi pemikiran mendalam, yang menyertakan saran untuk membantu siswa merefleksikan kembali pengalaman yang mereka peroleh untuk mengukur ketercapaian tujuan dan mengetahui apakah mereka mengalami flow selama pembelajaran berlangsung.

  1. Melibatkan Siswa.
Secara intuisi, sebenarnya guru telah mengetahui bahwa untuk membuat pembelajaran lebih bermakna, siswa harus menggunakan lebih banyak energi mental dan emosional. Maka kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan secara matang diharapkan dapat membantu siswa tetap siaga terpikat secara mental untuk terlibat dalam pembelajaran.

  1. Menggunakan Seni, Gerakan, dan Indera.
Strategi pelajaran dirancang untuk mengaktifkan kelima panca indera untuk bisa melibatkan siswa secara penuh. Seni adalah cara yang ideal untuk mengaktifkan beragam indera, mendorong rasa kebersamaan siswa, menyediakan sarana ganda untuk menemukan dan mengekspresikan makna, membangun rasa percaya diri dan antusiasme belajar, dan menguatkan kemampuan dasar kecerdasan: kognitif, emosional, perhatian atau attentional, dan motorik (Sylwestern 2004; Jensen 2001) (dalam buku Pembelajaran Aktif karangan Pat Hollingsworth & Gina Lewis). Dan sejumlah pelajaran  juga menggunakan strategi gerakan fisik untuk melibatkan siswa.

  1. Meragamkan Langkah Kegiatan.
Untuk menjaga agar pikiran selalu siaga, maka perlu meragamkan langkah dan jenis kegiatan. Setiap kegiatan menyediakan ide-ide untuk merubah langkah, dan setiap pelajaran disiapkan untuk bisa diadaptasikan, mudah dalam menambahkan ide untuk meragamkan pembelajaran. Pembelajaran aktif bisa bersifat mental maupun fisik. Merubah model kerja siswa dari kerja kelompok besar menjadi kerja individual atau menjadi kelompok kecil adalah salah satu cara yang mudah dan efektif untuk meragamkan langkah mental.


H.    Konsekuensi Pembelajaran Aktif (Pembelaran Berpusat pada Siswa).
Peningkatan kadar CBSA dalam sebuah proses pembelajaran berarti pula mengarahkan proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa atau dengan kata lain menciptakan pembelajaran berdasarkan siswa (Student Based Instruction).
Terdapat beberapa konsekuensi yang harus diterima dari adanya pembelajaran aktif (berpusat/ berdasarkan siswa), (Gale, 1975: 204) (dalam buku Belajar & Pembelajaran karya Dimyati & Mudjiono), meliputi:
  1. Guru menjadi seorang pengelola (manager) dan perancang (designer) dari pengalaman belajar.
  2. Guru dan siswa menerima peran kerja sama (partnership).
  3. Bahan-bahan pembelajaran dipilih berdasarkan kelayakannya.
  4. Penting untuk melakukan identifikasi dan penuntasan syarat-syarat belajar (learning requirements).
  5. Siswa dilibatkan dalam pembelajaran.
  6. Tujuan ditulis secara jelas.
  7. Semua tujuan diukur/ dites.
Adanya konsekuensi dari penerapan pembelajaran berdasarkan siswa, yang akan dapat meningkatkan kadar CBSA dalam suatu proses pembelajaran. Yang lebih jauh akan menuntut guru:
  1. Memiliki khasanah pengetahuan yang luas tentang teknik/ cara penyampaian atau sistem penyampaian.
  2. Memiliki kriteria tertentu untuk memilih sistem penyampaian yang tepat untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
  1. Pendekatan CBSA adalah anutan pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian pelibatan intelektual-emosional siswa dalam pembelajaran, dengan melibatkan fisik siswa apabila diperlukan.

  1. Pembelajaran yang ber-CBSA dengan baik mempunyai karakteristik sebagai berikut:
    1. Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa.
    2. Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar.
    3. Tujuan pembelajaran tidak hanya untuk sekedar mengejar standart akademis.
    4. Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih  menekankan pada kreativitas siswa dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep dengan mantap.
    5. Adanya penilaian yang objektif.

  1. Keunggulan CBSA yaitu:
  2. Siswa akan mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya.
  3. Siswa akan lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara teratur, kritis, dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari, serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari, dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya.
  4. Guru dapat bekerja professional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien).
  1. Rambu-rambu penggunaan CBSA, yaitu:
  2. Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan.
  3. Prakarsa dan keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya.
  4. Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran.
  5. Usaha dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.
  6. Keingintahuan yang ada pada diri siswa.
  7. Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa.
  8. Kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan guru dalam membina dan mendorong kreativitas siswa.
  9. Kualitas guru sebagai motivator dan fasilitator.
  10. Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaran.
  11. Kuantitas dan kualitas metode dan media yang dimanfaatkan guru dalam proses pembelajaran.
  12. Keterkaitan guru terhadap program pembelajaran.
  13. Variasi interaksi guru-siswa dalam proses pembelajaran.
  14. Kegiatan dan kegembiraan siswa dalam belajar.

  1. Penerapan CBSA yaitu dengan pemilihan teknik pembelajaran yang sesuai dengan faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran, yang akan membantu guru mengetahui kemanfaatannya dalam meningkatkan kadar CBSA. Dengan meningkatkan kemampuan guru sebagai katalisator dalam kegiatan pembelajaran. Kadar CBSA dalam suatu proses pembelajaran terlihat sejak guru membuat persiapan pembelajaran, yakni pada jabaran kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru maupun siswa.
Dalam pelaksanaannya, CBSA merujuk pada langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Pemanasan.
  2. Pengamatan (observasi).
  3. Interpretasi dan Pengamatan.
  4. Peramalan.
  5. Aplikasi konsep.
  6. Perncanaan penelitian.
  7. Komunikasi.

  1. Strategi untuk membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, yaitu dengan:
  2. Berbagi Pengetahuan Secara Aktif.
  3. Rotasi Pertukaran trio.
  4. Menuju posisi.
  5. Membuat Iklim Belajar Menjadi Menyenangkan.
  6. Pertukaran Sudut Pandang.
  7. Bertanya benar atau salah.
  8. Hangman.
  9. Ambil Bagian dalam Pelatihan.

  1. Contoh cara pembelajaran aktif, meliputi:
  2. Dengan mengajak siswa mengacu pada Tujuan.
  3. Melibatkan Siswa.
  4. Menggunakan Seni, Gerakan, dan Indera.
  5. Meragamkan Langkah Kegiatan.

  1. Konsekuensi yang harus diterima dari adanya pembelajaran aktif (berpusat/ berdasarkan siswa, meliputi:
  2. Guru menjadi seorang pengelola (manager) dan perancang (designer) dari pengalaman belajar.
  3. Guru dan siswa menerima peran kerja sama (partnership).
  4. Bahan-bahan pembelajaran dipilih berdasarkan kelayakannya.
  5. Penting untuk melakukan identifikasi dan penuntasan syarat-syarat belajar (learning requirements).
  6. Siswa dilibatkan dalam pembelajaran.
  7. Tujuan ditulis secara jelas.
  8. Semua tujuan diukur/dites.

Dan lebih jauh akan menuntut guru:
  1. Memiliki khasanah pengetahuan yang luas tentang teknik/ cara penyampaian atau sistem penyampaian.
  2. Memiliki kriteria tertentu untuk memilih sistem penyampaian yang tepat untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran.

B.     SARAN
Perwujudan kreativitas subjek didik perlu untuk mencapai perkembangan tertinggi yang dimiliki oleh manusia. Sehingga nantinya mampu membangun dirinya sendiri dan berperan dalam pembangunan bangsanya. Maka memerlukan suasana belajar yang mengedepankan keaktifan dari peserta didiknya.
Dengan bekal tersebut diharapkan peserta didik akan memiliki kesadaran terhadap tujuan hidupnya, apa yang diharapkan dari padanya sesuai dengan kemampuan dan minatnya dan sebagaimana cara ia memainkan perannya itu. Upaya ini akan mencerminkan pertumbuhan dan keterlibatan dengan pembangunan bangsanya dan perwujudan dirinya menjadai manusia yang kreatif dan mandiri.






1 komentar:

  1. Dengan media teknologi yang lebih maju, akan membuat proses belajar jauh lebih efektif.

    BalasHapus